Magnet
di Bulutangkis
Taufik Hidayat lahir di Bandung, Jawa Barat, 10 Agustus 1981 adalah
pemain bulutangkis tunggal putra Indonesia yang berasal dari klub Sangkuriang
Graha Sarana (SGS) Bandung dengan tinggi badan 176 cm. Putra
pasangan Aris Haris dan Enok Dartilah ini, mulai berlatih olahraga bulutangkis
pada usia 7 tahun. Taufik kecil bersekolah di SD pangalengan I, lalu dia melanjutkan bersekolah di SMP Pasundan I, dan
setahun kemudian dia pindah ke SMP Taman Siswa Bandung. Pertama kali dia meraih
gelar juara pada Kejuaraan Piala Aqua di Solo. Dia dapat menjadi atlet
profesional seperti sekarang karena displin tinggi yang diterapkan orangtuanya
sejak kecil.
Saat umur 13 tahun dia mulai meraih
gelar juara untuk pertama kalinya, yakni di kejuaraan Aqua Master. Di tahun
1996 dia menjadi yang terbaik pada Kejuaraan Piala Suryanaga di Surabaya. Lalu
di bulan November, dia direkrut masuk Pelatnas Cipayung dan ditangani oleh pelatih Mulyo Handoyono. Tahun-tahun
pertama di Cipayung, dia merasa tidak nyaman karena sering diplonco seniornya.
Cara penanganan Mulyo terhadap Taufik begitu tepat karena di tengah lapangan
Mulyo adalah pelatih dan di luar dia bisa bertindak seperti orangtua sekaligus
sahabat karib. Gelar pertama yang diraih sesudah masuk Pelatnas adalah Kampiun di
Kejuaraan Asia Junior tahun 1997, dia juga memenangkan turnamen Jerman Terbuka
Junior. Taufik sukses memetik gelar pertamanya di kancah seri Grand Prix IBF setelah
menjuarai turnamen Brunei Darussalam Terbuka. Di tahun 1999 dia memenangi gelar
Indonesia Terbuka. Di tahun 2002, gelar Taiwan Terbuka, Asian Games XIV, dan
Indonesia Terbuka berhasil diraih.
Di tahun 2000, pencapaian yang
diukirnya makin banyak yaitu memenangkan Indonesia Terbuka, Malaysia Terbuka,
dan Kejuaraan Asia JVC. Kisah sukses berlanjut di tahun 2002, sukses itu pun
terasa manis karena karena setelah memenangi Kejuaraan Indonesia Terbuka,
selang bulan Taufik langsung meraih emas Asian Games XIV. Turnamen Indonesia
Terbuka ternyata memiliki daya tarik tersendiri untuknya karena dia memilki
ambisi besar untuk mengejar rekor Ardy B. Wiranata yang telah enam kali menjadi
juara.
Tahun 2000 merupakan debut Taufik
dalam Kejuaraan Piala Thomas, dia merupakan pemain paling muda yang berusia 19
tahun. Taufik menampilkan permainan yang begitu cemerlang dan sempurna,
sehingga mengundang decak kagum. Meskipun menjadi penentu kemenangan, Taufik
tidak mau di sebut sebagai pahlawan karena menurutnya kemenangan ini diraih
karena kekompakan dan kebersamaan seluruh pemain, pelatih, dan ofisial.
Taufik juga tidak luput dari cerita
pahit karena kalah dan tersingkir merupakan kosa kata yang akrab dalam dirinya.
Dalam usia 17 tahun, dia sukses masuk final turnamen bergengsi All England.
Meskipun gagal meraih juara, penampilan Taufik yang dingin, tenang, dan nyaris
tanpa ekspresi mengundang decak kagum. Dia pemain termuda sepanjang sejarah 100
tahun penyelenggaraan All England yang mampu bertanding di partai puncak. Dua
kali taufik masuk final namun tetap
mengalami kegagalan meraih gelar All England, dia sangat menyesali kegagalan ini akibat dari mentalnya
belum stabil dan tegang menjalani tugas yang sedemikian berat. Dari kegagalan
itu dia bertekat harus belajar membenahi mentalnya. Taufik yang ketika itu sebagai pemain yang menduduki
peringkat pertama IBF yang diharapkan berjaya justru main buruk, sehingga harus
mengalami kegagalan di Olimpiade Sydney 2000.
Bolehlah pemain berusaha, namun terkadang
takdir menetukan lain, hal ini dialami Taufik ketika berlaga pada Kejuaraan
Dunia 2001 di Spanyol. Dia mengalami cidera hamstring
paha kanan yang mengakibatkan dia terpaksa untuk tidak meneruskan
pertandingan dan memberikan kemenangan bagi lawannya. Dia keluar lapangan
dengan air matanya yang terus berderai karena gagal menjadi juara, padahal dia
ingin mempersembahkan kemenangan tersebut kepada sang pelatih, Mulyo Handoyo
yang kontraknya akan habis.
Dikalangan bulutangkis nasional,
Taufik memang terkenal kritis, berani, dan lantang bicara apa adanya, bahkan
cenderung emosional. Ketua Umum PB PBSI, Subagyo Hadisiswoyo pernah dikritik di
muka umum oleh Taufik, pernyataan Taufik tersebut membuatnya di jatuhi skorsing, sehingga tidak dikirim ke
pertandingan Korea Terbuka dan Final Grand Prix di Brunei Darussalam 2001 oleh
PBSI. Mengenai kasus tersebut, dia menyatakan kepada pers akan intropeksi diri dan tidak akan surut untuk megkritik
hal-hal yang salah di pelatnas.
Taufik memutuskan untuk mengundurkan
diri dari Pelatnas Cipayung pada bulan Oktober 2001, sebulan berikutnya Taufik
memutuskan untuk memperkuat Singapura. Taufik kembali ke pelatnas atas kesepakatan
dengan pihak PBSI di Jakarta, Senin 11 Maret 2002 untuk persiapan ke Piala
Thomas dan diikutkan dalam pertandingan Korea Terbuka dan Jepang Terbuka.
Gosip dan kedekatan dengan sejumlah
wanita rupanya tidak bisa dipisahkan dari kehidupan Taufik, dia dianugrahi
wajah tampan, prestasi yang baik, dan memiliki banyak kenalan gadis-gadis. Kini
setelah sukses, Taufik kerap berganti-ganti mobil mewah, mendirikan perusahaan
kontraktor bersama rekannya, memilki rumah mewah, dua tanah yang cukup luas,
dapat membiayai ibadah haji kedua orangtua, dan membantu biaya pendidikan sang
adik. Kunci sukses Taufik adalah latihan keras untuk menjadi juara, sehingga
uang banyak dan materi berlimpah tidak mustahil bisa diperoleh. Dia juga senang
dengan kehidupan malam, dugem bukanlah suatu hal yang asing baginya namun
sebagai atlet profesional, dia cukup dewasa dalam menentukan sikap dan
bertanggungjawab atas profesinya. Taufik memiliki hobi bermain sepakbola dan
biliar, dengan hobinya tersebut dia memperoleh manfaat besar. Menyalurkan hobi baginya
merupakan sarana membuang jenuh, memperluas pergaulan, dan menambah wawasan.
Taufik memiliki kepribadian yang sangat luwes, memilki karisma, easy going, dan loyal terhadap teman-temannya.
Taufik berharap Bangsa Indonesia dapat lebih menghargai seorang atlet
profesional sebagai aset bangsa ini yang memilki nilai tinggi.
Sumber buku
Penyusun : Broto Happy W dan Erly
Bahtiar
Penerbit : Bhakti Gemilang
Cetakan : I Jakarta 2003
Tidak ada komentar:
Posting Komentar