Amanda
D.J (20210593)
Sartika
(26210394)
IS
ASEAN STILL RELEVANT IN THE ERA OF THE ASEAN-CHINA FTA?
Tulus Tambunan
Tahun 2005
Sejak awal 1990-an, pertumbuhan
China meningkat sangat pesat dengan nilai rata-rata 10% per tahun. Bahkan saat
krisis keuangan melanda Asia tahun
1997-1998, China tidak terpengaruh. Sebaliknya, ekonomi China terus tumbuh
sekitar 7% per tahun. Dalam dua dekade terakhir total perdagangan negara-negara
ASEAN juga mengalami peningkatan sebesar dua kali lipat. Walaupun sempat
mengalami penurunan selama krisis 1997/1998, total perdagangan 6 negara di
ASEAN (Indonesia, Thailand, Singapura, Malaysia, Filipina dan Brunei
Darussalam) dapat kembali meningkat sampai mencapai titik puncak pada tahun
2000 ketika total ekspor dan impor senilai US $ 408 miliar dan US $ 350 miliar.
Perekonomian Indonesia pun mulai tumbuh sejak tahun 2000, tetapi masih sangat
lambat.
Pada tahun 2003, nilai
perdagangan extra-trade 8 negara di Asean (Indonesia, Thailand, Singapura,
Malaysia, Filipina, Brunei Darussalam, Myanmar, dan Kamboja) mencapai lebih
dari 600 miliar dolar AS, sementara nilai intra-trade kurang dari 200 miliar
dolar AS. Hal ini menunjukkan bahwa kecenderungan perkembangan extra-trade dan
intra-trade 8 negara ASEAN memiliki kesenjangan yang sangat jelas.
Grafik diatas menunjukkan
perkembangan jangka panjang extra-trade dan intra-trade 8 negara ASEAN lebih
rinci dari nilai ekspor dan impor. Ternyata rata-rata pertumbuhan extra-trade
jauh lebih tinggi daripada intra-trade. Lebih menariknya lagi, hal itu
menunjukkan bahwa sejak krisis 1997/1998, ASEAN sebenarnya telah memperoleh
surplus perdagangan ekstra-dan itu jauh lebih besar dari surplus perdagangan
intra-nya.
Lalu mengapa negara anggota ASEAN
mengekspor lebih banyak daripada menjual di negara mereka sendiri? Mungkin
jawabannya adalah seperti apa yang Langhammer dan Hiemenz (1990) nyatakan bahwa
integrasi regional antara negara berkembang sering gagal untuk mewujudkan
harapan, sebagian karena ada sedikit ruang baik untuk spesialisasi antar-industri
atau intra-industri di antara negara anggota, karena mereka cenderung
memiliki keunggulan komparatif dalam produk yang sama.
Maka tidak diragukan lagi, ASEAN
akan menghadapi tantangan serta peluang akibat perjanjian C-AFTA. Dari sisi
ekspor ASEAN, China salah satu negara yang memiliki peningkatan pendapatan per
kapita dan merupakan peluang pasar yang besar untuk ASEAN. Dari sisi impor
ASEAN, tantangan serius yang dihadapi negara-negara ASEAN adalah persaingan
antar produk dalam negeri dengan produk Impor China. “Ancaman China” untuk ASEAN mungkin akan
segera datang dan parah dalam produk padat karya mengingat China memiliki
keunggulan komparatif yang kuat. Maka sebaiknya negara-negara anggota ASEAN
mempersiapkan diri untuk menghadapi “ancaman China” tersebut dengan cara mengurangi
impor, memperbanyak ekspor dan meningkatkan konsumsi produk dalam negeri.
Post Global
Financial Crisis International Business Strategies
International
Review of Business Research Papers Volume 6. Number 4. September 2010. Pp. 324
– 336
Krisis
global keuangan yang terjadi mengakibatkan terjadinya resesi, baik resesi yang
dalam, resesi dangkal atau tidak ada resesi sama sekali. Resesi yang dialami
oleh negara di bagi 3 yaitu resesi dalam, resesi dangkal, dan negara yang tidak
mengalami resesi sama sekali maka dalam penentuan strategi harus disesuaikan
dengan tingkat resesi. Khususnya untuk negara yang mengalami resesi dalam maka
mengakibatkan mengurangi tingkat internasionalisasi sehingga melalakukan
strategi dengan berfokus internasionalisasi
perilaku dari bisnis internasional dengan negara yang mengalami resesi dangkal,
dan memulai tingkat yang lebih besar akuisisi sebagai bagian dari strategi
internasional dari perusahaan-perusahaan dengan pasar negara yang tidak
mengalami resesi sama sekali Potensi kompetisi internasional dapat dijadikan
peluang potensial untuk meningkatkan
pangsa pasar global. Dalam menghadapi krisis keuangan diperlukan strategi
internasional yang dipengaruhi kekuatan pasar negara yang bersangkutan,
kebijakan pemerintah dengan perilaku proteksionis terhadap asing, internasional
nilai tukar dan tingkat variasi lokal dari persaingan.
Dalam menentukan strategi bisnis
internasional dipengaruhi oleh kondisi ekonomi yang sedang terjadi, meskipun
ada beberapa pandangan yang menyatakan sumber daya perusahaan adalah factor
yang paling signifikan. Krisis globalisasi keuangan mengakibatkan terjadinya
pengidentifikasi dan penanganan perilaku strategi yang berbeda pada perusahaan
internasional. Hal itu terdominasi pada keadaan baik resesi
yang dalam, resesi dangkal atau tidak ada resesi sama sekali. Berdasarkan pengamatan dari
bisnis internasional maka disarankan perlunya penentu strategi internasional
selama dan pasca terjadinya krisis keuangan globalisasi. Strategi tersebut
harus mengutamakan kekuatan pasar negara sendiri, pasar pemerintah
dengan perilaku proteksionis asing, internasional nilai tukar, dan tingkat
variasi lokal dari persaingan.
Peneliti menetapkan bahwa
terjadinya perubahan strategi internasional dalam bisnis internasional pasca
terjadinya krisis keuangan internasional. Strategi yang dilakukan harus
disesuaikan dengan luasnya pangsa pasar
dan tingkat resesi akibat dari krisis keuangan global yang dialami negara
bersangkutan. Dua factor utama untuk menentukan strategi internasional pada
saat krisis keuangan yaitu kondisi pasar negara yang bersangkutan dan tingkat
perlindungan industri dalam negeri yang diperkenalkan oleh pemerintah negara
asing sebagai respons terhadap krisis ekonomi. Faktor-faktor lain termasuk
variabilitas nilai tukar relatif juga dipengaruhi strategi internasional selama
krisis keuangan.
Tugas Teori Ekonomi 2 Dr Prihantoro
Tugas Teori Ekonomi 2 Dr Prihantoro
Tidak ada komentar:
Posting Komentar